Marcopolo Pos
Jakarta - Kelompok Kerja Nasional (Pojaknas) bentukan Bawaslu mendapati pelanggaran yang dilakukan kandidat peserta di 11 daerah setingkat kabupaten dan kota. Temuan ini memupuskan harapan publik untuk laporan dana kampanye yang transparan dan akuntabel.
"Terkait pelaksanaan beberapa kewajiban dana kampanye pada kandidat pasangan calon di akhir masa kampanye dan jelang piklada, kami menemukan beberapa potensi pelanggaran yang dilakukan para peserta yang didukung lemahnya penerapan aturan pilkada," ujar Anggota Pojaknas Toto Sugiarto dalam konferensi pers di kantor Bawaslu, Jalan MH Thamrin No 14, Jakarta Pusat, Selasa (8/12/2015).
Toto menilai temuan ini memupus harapan publik terhadap Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK) yang tidak transparan dan akuntabel. Nyatanya, masih masih temuan dan kejanggalan di lapangan.
"Ini adalah pelaporan kami kedua terkait pemantauan 11 Kabupaten dan Kota. Kita di pilkada berharap diterapkan keharusan pelaporan bisa memunculkan berbagai kebaikan pilkada. Tapi pada fakta di lapangan masih ditemukan kejanggalan dana kampanye. Prihatin, karena tidak semuanya sesuai fakta 100% di lapangan," kata Toto.
11 Daerah kabupaten dan kota yang dimaksud Toto meliputi Kota Ternate, Manado, Surabaya, Surakata, Bukit Tinggi, Bontang, Binjai, Kabupaten Tasikmalaya, Jembrana serta Kotawaringin. Hasil pemantauan kepatutan dan transparansi dokumen LHKPN, LPPDK, dan Audit Kampanye didapati 4 potensi pelanggaran.
"Dokumen LHKPN yang diserahkan tidak dapat diakses oleh publik, kepatuhan penyerahan dokumen LPPDK yang tidak tepat waktu, standar perlakuan KPU terkait informasi terhadap publik berbeda-beda dan masih banyak daerah yang belum terbuka terkait KAP (Kantor Audit Publik) yang akan mengaudit dana kampanye," paparnya.
Keempat pelanggaran itu mengakibatkan pihaknya tidak bisa melakukan analisis. Seharusnya penyelenggara pilkada dapat membuka akses informasi yang dibutuhkan masyarakat.
"Hal ini mempersulit kita untuk melakukan analisis KAP itu benar serius atau tidak, terlebih soal kepatuhan pasangan calon yang lemah meski sudah diserahkan masih ada dokumen yang tidak sesuai kesepakatan," paparnya.
Toto mengatakan semua KPU daerah harus mematuhi peraturan PKPU no 1 tahun 2015 tentang pelayanan informasi di lingkungan KPU. Sehingga proses pengawasan bisa berjalan transparan.
"Ini dasar hukumnya, KPU tidak boleh menyimpan data atau menutupi akses publik dengan dasar hukum yang ada," paparnya.
Oleh karena itu, Toto menuturkan KPU harus bisa lebih terbuka dalam memberikan informasi kepada pengawas pilkada dan masyarakat. Selain itu KAP harus bekerja profesional dan mandiri sehingga jauh dari konflik kepentingan.
"Kami juga meminta Panwas untuk memberikan perhatian khusus dalam mengawasi kinerja KAP,dan. Panwas daerah harus lebih tegas terhadap kandidat yang tidak mematuhi penyerahan LPPDK termasuk pemberian sanksi diskualifikasi," tandasnya. (DET)
"Terkait pelaksanaan beberapa kewajiban dana kampanye pada kandidat pasangan calon di akhir masa kampanye dan jelang piklada, kami menemukan beberapa potensi pelanggaran yang dilakukan para peserta yang didukung lemahnya penerapan aturan pilkada," ujar Anggota Pojaknas Toto Sugiarto dalam konferensi pers di kantor Bawaslu, Jalan MH Thamrin No 14, Jakarta Pusat, Selasa (8/12/2015).
Toto menilai temuan ini memupus harapan publik terhadap Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK) yang tidak transparan dan akuntabel. Nyatanya, masih masih temuan dan kejanggalan di lapangan.
"Ini adalah pelaporan kami kedua terkait pemantauan 11 Kabupaten dan Kota. Kita di pilkada berharap diterapkan keharusan pelaporan bisa memunculkan berbagai kebaikan pilkada. Tapi pada fakta di lapangan masih ditemukan kejanggalan dana kampanye. Prihatin, karena tidak semuanya sesuai fakta 100% di lapangan," kata Toto.
11 Daerah kabupaten dan kota yang dimaksud Toto meliputi Kota Ternate, Manado, Surabaya, Surakata, Bukit Tinggi, Bontang, Binjai, Kabupaten Tasikmalaya, Jembrana serta Kotawaringin. Hasil pemantauan kepatutan dan transparansi dokumen LHKPN, LPPDK, dan Audit Kampanye didapati 4 potensi pelanggaran.
"Dokumen LHKPN yang diserahkan tidak dapat diakses oleh publik, kepatuhan penyerahan dokumen LPPDK yang tidak tepat waktu, standar perlakuan KPU terkait informasi terhadap publik berbeda-beda dan masih banyak daerah yang belum terbuka terkait KAP (Kantor Audit Publik) yang akan mengaudit dana kampanye," paparnya.
Keempat pelanggaran itu mengakibatkan pihaknya tidak bisa melakukan analisis. Seharusnya penyelenggara pilkada dapat membuka akses informasi yang dibutuhkan masyarakat.
"Hal ini mempersulit kita untuk melakukan analisis KAP itu benar serius atau tidak, terlebih soal kepatuhan pasangan calon yang lemah meski sudah diserahkan masih ada dokumen yang tidak sesuai kesepakatan," paparnya.
Toto mengatakan semua KPU daerah harus mematuhi peraturan PKPU no 1 tahun 2015 tentang pelayanan informasi di lingkungan KPU. Sehingga proses pengawasan bisa berjalan transparan.
"Ini dasar hukumnya, KPU tidak boleh menyimpan data atau menutupi akses publik dengan dasar hukum yang ada," paparnya.
Oleh karena itu, Toto menuturkan KPU harus bisa lebih terbuka dalam memberikan informasi kepada pengawas pilkada dan masyarakat. Selain itu KAP harus bekerja profesional dan mandiri sehingga jauh dari konflik kepentingan.
"Kami juga meminta Panwas untuk memberikan perhatian khusus dalam mengawasi kinerja KAP,dan. Panwas daerah harus lebih tegas terhadap kandidat yang tidak mematuhi penyerahan LPPDK termasuk pemberian sanksi diskualifikasi," tandasnya. (DET)
